Ganja untuk medis, aturan sudah ditetapkan, ini penjelasannya!
Ganja untuk medis, aturan sudah ditetapkan, ini penjelasannya!
Ganja untuk medis kemungkinan besar bisa legal di indonesia Slamet Pribadi, Pakar Hukum Narkoba Fakultas Hukum Universitas Bayankara, Jabodetabek, mengatakan Kementerian Kesehatan berwenang mengeluarkan peraturan perizinan penggunaan ganja untuk keperluan medis.
“Yang memposisikan ganja sebagai [narkotika] Golongan I adalah Menteri Kesehatan. Itu artinya perizinan [ganja medis] oleh Kementerian Kesehatan,” katanya seperti dikutip dari Antara, Rabu (29/29).
Universitas Bhayangkara Jabodetabek adalah kampus yang disponsori oleh Yayasan Brata Bhakti yang didirikan pada tahun 1950-an oleh Pengurus Besar Persatuan Pegawai Kepolisian Indonesia (PBP3RI).
Slamet menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 7 memungkinkan penggunaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dengan izin atau rekomendasi dari pihak terkait, khususnya Kementerian Kesehatan dan Badan POM.
“Jadi, Narkoba boleh digunakan, mana yang tidak boleh disalahgunakan. Terutama ganja (Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) jika memang baik untuk kesehatan, ajukan izin. Kalau untuk keperluan medis , “Katanya. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN).
Namun, dia mengakui bahwa belum ada aturan rinci tentang izin ini, dan dia mendorong Kementerian Kesehatan untuk memperkenalkan peraturan terkait untuk memberi tahu mereka yang membutuhkan.
Ini penjelasan ganja untuk medis
“Saya belum melihat peraturan pelaksanaan yang mengatur bagaimana mengajukan izin [medis] ganja,” katanya.
Menurutnya, DPR dan MUI tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan atau mengeluarkan keputusan terkait legalisasi ganja. Kedua belah pihak perlu mempertimbangkan pendapat mereka yang mempelajari efek jangka panjang dari penggunaan ganja.
“Saya kira bahaya penggunaan ganja dalam jangka panjang sangat berbahaya. Untuk keperluan medis, diperlukan resep dokter,” kata Slamet.
Menurutnya, penggunaan ganja dalam jangka panjang dan kemudian ketergantungan dapat menyebabkan masalah seperti pemikiran yang tertunda, pengambilan keputusan yang tertunda, dan sistem kekebalan pengguna yang menurun.
“Negara-negara yang sudah melegalkan mariyuana sudah pusing dengan banyak kecelakaan lalu lintas dan masalah sosial. [Ganja] ada sisi positifnya, tetapi lebih banyak sisi negatifnya,” katanya.
Infografis 7 Manfaat dan Bahaya Ganja
Opini Panel BNN
Pada kesempatan lain, Mufti Djusnir, kelompok ahli bidang kefarmasian Badan Narkotika Nasional (BNN), mengatakan penggunaan ganja untuk pengobatan harus berdasarkan bukti ilmiah (evidence base). Hal ini disebabkan efek negatif pada tubuh senyawa dalam ganja, delta-9 tetrahydrocannabinol, atau THC, salah satunya menyebabkan sel-sel otak mengapur.
“Jadi jika seseorang memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk mengikat oksigen di otak, maka orang tersebut menjadi bodoh,” ujarnya.
Mufti mengatakan bahwa menurut studi tahun 2020 oleh para ahli terkait obat Organisasi Kesehatan Dunia (ECDD WHO), hasilnya menunjukkan bahwa cannabidiol (CBD), senyawa dalam ganja, dapat bermanfaat untuk pengobatan epilepsi pada anak-anak.
Inti penjelasan
Namun, mendapatkan CBD dari tanaman ganja tidak mudah, dan dia mengatakan rekayasa genetika diperlukan di sini.
“Ganja didominasi oleh THC. Tanpa rekayasa genetika, itu 97 persen THC dan CBD mengandung 0,00 [dua digit setelah koma],” katanya.
Menurutnya, untuk pengobatan epilepsi sendiri, saat ini ada sekitar 10 obat yang tersedia untuk pasien, sehingga tidak harus bergantung pada CBD.
Ia juga meminta pemerintah dan pembuat kebijakan untuk berhati-hati dalam mengambil langkah terkait penggunaan ganja medis.
Belum lama ini, seorang ibu meminta ganja medis untuk anaknya di Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta, mengangkat isu penggunaan ganja untuk keperluan medis. Tindakan ini kemudian mendapat tanggapan dari berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan dan DPR.
Kementerian Kesehatan RI masih mengkaji manfaat ganja untuk keperluan medis. Sementara itu, Komite 3 dan 9 DPR berencana menindaklanjuti usulan penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Brigjen Pol Krisno H Siregar, Kepala Biro Narkoba dan Kriminal (Dirtipidnarkoba) Polri, mengakui polisi tidak melakukan hal khusus terkait wacana legalisasi ganja medis.
“Belum ada persiapan pembahasan legalisasi ganja medis. Polri sebagai alat penegakan negara berkewajiban menegakkan hukum positif yang berlaku di Indonesia,” kata Krisno di Jakarta, Rabu.
Dikatakannya, hingga saat ini Polri sebagai penyidik tindak pidana narkoba saat ini berpedoman pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba. Krisno menegaskan masih tercantum dalam pasal itu sebagai narkotika atau selundupan Golongan I.
“Penggunaan ganja sebagai salah satu bentuk narkotika golongan I untuk pelayanan medis dilarang,” katanya.
Kesimpulan
Khawatir wacana legalisasi mariyuana medis akan meningkatkan kasus narkoba, Krisnow menegaskan tidak mau berandai-andai. Namun, dia tidak mau menutup mata terhadap kemungkinan kasus narkoba akan meningkat setelah wacana tersebut direalisasikan.
“Saya tidak ingin memprediksi terlebih dahulu apakah kasus penyalahgunaan akan meningkat ketika ganja dilegalkan untuk tujuan medis, meskipun bisa saja terjadi,” kata Krisno.
Krisno menegaskan, sesuai Pasal 8(2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, usulan legalisasi ganja medis yang direkomendasikan BPOM harus melalui proses persetujuan Menteri Kesehatan.
Ayat 2 Pasal 8 mengatur bahwa narkotika Golongan I dapat digunakan dalam jumlah terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, reagen diagnostik, dan reagen laboratorium atas usul kepala BPOM dan persetujuan kementerian.
“Indonesia tetap menjadi salah satu negara yang sejauh ini ditolak PBB untuk melegalkan ganja,” kata Krisnow.
Belum lama ini, seorang ibu bernama Santi Warastuti menindak anaknya di sebuah bundaran hotel di Jakarta, menuntut ganja medis untuk anaknya, yang mengangkat topik legalisasi ganja medis kembali ke permukaan. Aksi tersebut menjadi viral dan mendapat tanggapan dari berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan dan DPR RI.
Kementerian Kesehatan RI masih mengkaji manfaat ganja untuk keperluan medis. Sementara itu, Komite III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDPU) dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.